Saturday, May 4, 2013

Laporan Praktikum Ekologi Perairan



Laporan Praktikum Ekologi Perairan

1.PENDAHULUAN

1.1          Latar Belakang
Ekologi addalah cabang ilmu biologi yang banyak memanfatkan informasi dan barbagai ilmu pengetahuan lain seperti : kimia, fisika, geologi, dan klimatologi untuk pembahasannya. Ekologi berkepentingan dalam menyelidiki interaksi organisme dan lingkungannya (Unila, 2009).
Sesungguhnya ekologi dalam arti proses alam telah dikenal sejak lama, sesuai dengan sejarah manusia.. Adapula hewan menjadi makanan hewan lain, demikian pula proses kelahiran, kehidupan, pergantian generasi dan pergantian semua telah menjadi pengetahuan manusia. Proses ini berlangsung berkesinambungan mengikuti apa yang kita namakan “Hukum Alam”. Ekologi dalam pemahaman kuantitatif relatif masih baru. Umpamanya jumlah beberapa matahari, jumlah air, dan luasan tanah untuk satu pohon (Rosoedarmo. Et.al, 1992).
Kolam memiliki berbagai macam peran dan manfaat. Ditinjau dari aspek ekologi, rawa berperan sebagai sumber cadangan air, menyerap dan menyimpan kelebihan air dari daerah sekitarnya dan akan mengeluarkan cadangan air tersebut pada saat daerah sekitarnya kering, mencegah terjadinya banjir, sumber energi, dan sumber makanan nabati maupun hewani (Darojah, 2004).

1.2          Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk melatih dan meningkatkan kemampuan mahasiswa adalah :
a.      Keterampilan Kognitif
·         Komparansi antasi teori dan kondisi di lapangan
·         Pengintegrasian pemahaman sebagai teori
·         Penerapan teori pada keadaan nyata lapangan
b.      Ketrampilan afektif:
·           Perencanna kegiatan secara mandiri
·           Kemampuan bekerjasama
·           Pengkomunikasian hasil belajar
c.      Kemampuan psikomotorik
·      Penguasaan pemasangan peralatan
·      Penggunaan peralatan dan instrumen tertentu

1.3.Kegunaan Praktikum
Kegunaan dari kegiatan praktikum ini adalah :
1)        Mengenal ikan sekaligus menumbuh rasa empati mahasiswa tehadap ekosistem pada kolam atau tambak.
2)        Meningkatkan kemampuan teknis dalam mengukur parameter fisika, kimia dan biologi.
3)        Bagi peneliti atau lembaga ilmiah Sebagai sumber informasi keilmuan dan dasar untuk penuisan atau penelitian lebih lanjut berkaitan dengan ekosistem kolam.

1.3          Tempat dan Waktu
Pelaksanaan praktikum Ekologi Perairan ini dilaksanakan di Mata Air Sumber Awan Singosari Kabupaten Malang. Pelaksanaan praktikum ini di laksanakan pada hari Sabtu, 20 November 2010, pukul : 06.00 -12.00 WIB.






















2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Ekologi Perairan

            Kata ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Ernest Haeckel, ahli biologi jerman pada tahun 1869, arti kata oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal, dan logos bersifat telaah atau studi. Jadi ekologi adalah ilmu tentang rumah atau tempat tinggal mahluk. Biasanya ekologi dodefinisikan sebagai “ilmu yang mempelajari hubungan timbale balik antara mahluk hidup dengan lingkungannya”. Yang dimaksud dengan mahluk hidup disini adalah “kelompok” mahluk hidup (Soegiarto et al, 1992).
Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu factor abiotik dan biotic. Faktor biotic antara lain suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah mahluk hidup yang terdiri diri manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup yaitu populasi, komunitas, ekosistem yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan. Faktor biotik adalah faktor hidup yang meliputi semua mahluk hidup dibumi, baik tumbuhan maupun hewan. Dalam ekosistem tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen dan mikroorganisme berperan sebagai dekomposer. Faktor biotik juga meliputi tingkatan-tingkatan organism yang meliputi individu, populasi, komunitas, ekosistem, dan biosfer. Tingkatan-tingkatan organism makhluk hidup tersebut dalam ekosistem akan saling berinteraksi, saling mempengaruhi membentuk suatu sistem yang menunjukkan kesatuan (Rasyid, 2009).
            Peredaran ikan diperairan serta kepadatan gerombolan disebabkan oleh kegiatan antar individu ikan itu dan keadaan sekelilingnya yang meliputi segi-segi kimiaiwi, phsyik, dan biologis. Ilmu yang mempelajari hubungan antara suatu organisme lainnya disebut ekologi. Didalam air keadaan sekeliling dari pada suatu populasi ikan adalah organism lainnnya yang berbeda dalam kelompok-kelompok di habitat yang berbeda-beda. Semua merupakan “masyarakat” dalam suatu perairan berikut habitat dan semua yang mendukung disebut ekosistem (Soemarto, 1983).
           





2.2       Ciri-Ciri Ekologi Kolam

Kolam adalah daerah perairan yang kecil dimana zona litoralnya relative bear dan daerah limnetik serta profundal kecil atau tidak ada. Stratifikasi tidak terlalu penting. Kolam dapat dijumpai dikebanyakan daerah dengan curah hujan yang cukup. Kolam-kolam terus menerus terbentuk, contohnya, bila aliran air berpindah, meninggalkan bekas aliran terisolasi sebagai perairan yang tergenang (Odum, 1993).      
Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak mencolok, penetrasi cahaya kurang dan dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Macam tumbuhan yang terbanyak adalah ganggang, sedangkan lainnya tumbuhan biji. Hampir semua filum hewan terdapat dalam air taear. Organisme yang hidup di air tawar adalah biasanya bersel satu dan dinding selnya kuat ( Rifqi, 2009).
            Menurut Godam (2009), cirri-ciri habitat air tawar adalah:
1.    Variasi temperature atau suhu rendah
2.    Kadar garam atau salinitas rendah
3.    Penetsasi dari cahaya matahari kurang
4.    Terpengaruh iklim dan cuaca alam sekitar
5.    Tumbuhan mikroskopis seperti alga dan fitoplankton sebagai produsen utama.
Jika kita mengamati kolam secara keseluruhan sabagai ekosistem, maka dapat dibuktikan bahwa kolam bukan hanya tempat tumbuhan dan hewan, akan tatapi tumbuhan dan hewan tersebut turut serta ,membentuk suatu system dalam kolam, jadi ada hubungan biotic dan abiotik (Lumban batu, 1983).

2.3          Ciri-Ciri Ekologi Sungai

Sungai merupakan jalan air alami. mengalir menuju Samudera, Danau atau laut, atau ke sungai yang lain. Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana mengalir meresap ke dalam tanah sebelum menemukan badan air lainnya. Dengan melalui sungai merupakan cara yang biasa bagi air hujan yang turun di daratan untuk mengalir ke laut atau tampungan air yang besar seperti danau. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari mata air yang mengalir ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung untuk membentuk sungai utama. Aliran air biasanya berbatasan dengan kepada saluran dengan dasar dan tebing di sebelah kiri dan kanan. Penghujung sungai di mana sungai bertemu laut dikenali sebagai muara sungai (Wikipedia, 2010).
Menurut budhisetiawan (2010), ada dua proses penting dalam sungai adalah erosi dan pengendapan, yang dipengaruhi oleh jenis aliran air dalam sungai yaitu:
  • aliran laminer: jika air mengalir  dengan lambat, partikel akan bergerak ke dalam arah paralel terhadap saluran.
  • aliran turbulen: jika kecepatan aliran berbeda pada bagian atas, tengah, bawah, depan dan belakang dalam saluran, sebagai akibat adanya perubahan friksi, yang mengakibatkan perubahan gradien kecepatan. Kecepatan maksimum pada aliran turbulen umunya terjadi pada kedalaman 1/3 dari permukaan air terhadap kedalaman sungai.

Menurut, AnneAhira (2010), sungai berdasarkan jumlah airnya dibedakan menjadi:
  • Sungai Permanen, debit airnya relatif tetap sepanjang tahun. Contohnya, Sungai Kapuas dan Barito di Kalimantan, Sungai Batanghari, Sungai Musi, dan Idragiri di Sumatera.
  • Sungai Periodik, sungai yang pada saat musim hujan debitnya airnya banyak. Sedangkan pada musim kemarau debit airnya sedikit. Contohnya, Sungai Opak di Jawa Tengah, Sungai Bengawan Solo, Sungai Code dan Sungai Progo di DIY Yogyakarta, dan Sungai Brantas di Jawa Timur.
  • Sungai Episodik, sungai yang pada musim hujan airnya banyak dan kering pada musim kemarau. Contohnya, Sungai Kalada di Pulau Sumba.
  • Sungai Ephemeral, sungai yang ada airnya hanya pada saat musim hujan. Sungai ini hampir sama dengan sungai episodik, namun pada saat musim hujan debit airnya belum tentu banyak.
Sungai merupakan salah satu ekosistem perairan air tawar. Air sungai sebagai habitat air tawar membentuk ekosistem dengan organisme yang hidup di dalamnya. Salah satu organisme perairan adalah bentos yang merupakan organisme yang hidup di dasar perairan (Setyadi, 2010).

Menurut Awaludin (2010) berdasarkan arah alirannya, sungai dibedakan menjadi:  
a.    Sungai Konsekuen, sungai yang arah alirannya searah dengan miringnya lereng.
b.    Sungai Subsekuen, sungai yang arah alirannya tegak lurus dengan sungai konsekuen.
c.      Sungai Obsekuen, sungai yang arah alirannya berlawanan arah dengan sungai konsekuen. Ini adalah anak Sungai Subsekuen.
d.      Sungai Insekuen, sungai yang arah alirannya terikat oleh lereng daratan dan tidak teratur.
e.      Sungai Resekwen, sungai yang arah alirannya searah dengan Sungai Konsekuen. Ini adalah anak Sungai Subsekuen.

2.4          SIKLUS HIDROLOGI AIR

(Evans, 2009).

Prinsipnya, air yang berasal dari hujan akan masuk kedalam tanah. Namun tidak semua air dapat ditampung oleh tanah. Hal ini disebabkan karena setiap jenis batuan memiliki kemampuan menyerap yang berbeda-beda. Siklus air atau siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensasi, presitipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air samudera merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presitipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es, dan salju. Hujan gerimis atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi beberapa presitipitasi dapat berevaporasi kembali keatas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda ( evans, 2009).
Siklus air atau siklus hidrolgi adalah siklus air yang pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensasi, evaporasi, dan transpirasi (Wikipedia, 2009).
Air (tawar dan laut) secara berkesinambungan bergerak dalam bentuk curah hujan dan penguapan. Jumlah air dari tanah kurang lebih 3% dan dari air laut kurang 97 % dari total air yang menguap. Dan jumlah itu yang berkondensasi hanya 40% yaitu 6,4 % dari darat dan 33,6 % dari laut. Setelah kondensasi turun sebagai hujan dan jatuh didarat kurang lebih 10% dan yang jatuh dilaut 30%. Sisanya air yang menguap ada yang jatuh didarat sebagai embun dan dikandung dalam alam. Menurut penelitian, air diudara kita itu kurang lebih 0,002% (Brotowidjoyo, et al, 1999).
Menurut  Scribd (2010), evaporasi atau penguapan adalah proses pertukaran (transfer) air dari permukaan bebas (free water surface) dari muka tanah, atau dari air yang tertahan di atas permukaan bagunan atau tanaman menjadi molekul uap air di atmosfer. Proses ini sebenarnya terdiri dari dua kejadian yang saling berkelanjutan yaitu :
a. Interface Evaporation : yaitu proses pertukaran air di permukaan menjadi uap air di permukaan (interface) yang besarnya tergantung dari energi dalam yang tersimpan (stored energy).
b. Vertical Vapor Transfer : yaitu perpindahan lapisan udara yang jenuh uap air dari interface ke lapisan di atasnya, dan hal ini bila memungkinkan proses penguapan akan berjalan terus. Transfer ini dipengaruhi oleh kecepatan angin, topografi dan iklim lokal.
            Kondensasi adalah proses dimana pemuaian dan gas kehilangan panas dan akan berubah bentuk menjadi cair. Saat pemuaian dan gas naik ke tempat lebih tinggi, temperature udara lingkungan sekitar akan semakin turun menyebabkan terjadinya proses kondensasi dan kembali ke bentuk cair (Narendra, 2010).
                Evapotranspirasi adalah penguapan total baik dari permukaan air, daratan, maupun dari tumbuh-tumbuhan. Banyak faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi ini antara lain: suhu udara, kembaban udara, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari, ketinggian lokasi proyek, dan lain sebagainya. Di dalam perencanaan irigasi, penilaian jumlah air yang dibutuhkan untuk suatu areal tidak memisahkan antara evaporasi dan transpirasi. Istilah yang digunakan adalah ET, dan merupakan kombinasi antara evaporasi dan transpirasi. Oleh karena air yang digunakan oleh tanaman untuk proses metabolisme hanya sedikit atau kurang dari 1%, nilai tersebut diabaikan (Sudjarwadi (1990) dalam AcehPedia (2009)).

2.5          Rantai Makanan

Rantai makanan adalah perpindahan energi dari materi dari makhluk hidup yang satu ke makhluk hiduo yang lain melalui proses makan memakan dengan urutan tertentu. Suatu rantai makanan dapat disusun dalam piramida makanan adalah komposisi rantai makanan yang semakin keatas jumlahnya semakin kecil (Sumantri, 2009).
Dengan menggunakan klorofil fitoplankton itu mensintesis subtansi organis, menggunakan energi dari matahari melalui proses fotosintesa, dan memerlukan nutrient (makanan) seperti nitrat, fosfat, fe-anorganik, dan CO2. Protein, lemak, dan karbohidrat merupakan mata rantai penghubung (link) pertama (Produk pertama) dalam rantai makanan (food chains) dalam laut, yang dibuat oleh fitoplankton (bersifat heterotropis),. Zooplankton herbivora makan fitoplankton, merubahnya menjadi jaringan tubuh zooplankton (produk kedua), dan zooplankton iti dimakan zooplankton (Produk ketiga). Inilah suksesi trofik dalam rantai makanan atau jaring-jaring makanan (food web) yang merupakan tingkatan-tingkatan. Pada tiap tingkat itu bahan organis hilang melalui ekskresi atau mati yang bukan karena dimakan oleh tingkat berikutnya. Bakteris yang kemudian menguraikan bahan organis tersebut agar dapat digunakan lagi dan terjadi regenerasi ( Brotowidjoyo, et al , 1999).
Energi pangan sumberdaya didalam tumbuh-tumbuhan melalui satu seri organisme engan diulang-ulang dimakan dan memakan dinamakan rantai makanan. Pada tiap pemindahan bagian besar, 80% hingga 90% dari energi potensial hilang sebagai panas. Makin pendek rantai makanan (atau makin dekat organisme itu pada permukaan rantai) makin besar energi  yang tersedia. Rantai-rantai pangan terdiri dari dua tipe dasar, rantai pangan rerumputan, yang mulai pangan sisa yang dimulai dari dasar tumbuhan hijau ka herbivore yang merumput dan terus ke karnivora dan rantai pangan sisa yang dimulai dari bahan-bahan mati kemikroorganisme dan kemudian yuang makan defitrivora dan pemangsanya (Odum, 1993).

(Adhionata, 2010)
2.6       Hubungan Interaksi Antar Organisme
            Menurut Wikub3atbl4ck.blogspot(2009), selain adanya hubungan makan memakan antara mahluk hidup atau predasi, terdapat juga hubungan lain seperti persaingan atau kopemtisi, dan hidup bersama atau simbiosis terjadi hubungan saling  menguntungkan ataupun merugikan. Ada tiga macam simbiosis :
A.        simbiosis mutualisme
simbiosis mutualisme merupakan hubungan yang terjadi antara dua organisme atau lebih yang menguntungkan kedua belah pihak, dan tidak ada satu pihak yang dirugikan. 
B.        simbiosis komensalisme
simbiosis komensalisme merupakan hubungan yang terjadi anatara dua organisme atau lebih yang tidak saling merugikan. Dalam hal ini satu organisme yang lain tidak dirugikan.


C.       simbiosis parasitisme
simbiosis parasitisme merupakan hubungan yang terjadi antara dua organisme atau lebih, tetapi salah satu organisme merugikan organisme yang lainnya. Organisme yang diutungkan disebut parasit sedangkan organisme yang dirugikan disebut inang.

Menurut Odum (1993), terdapat sembilan interaksi penting yaitu :
1.        Neutralisme, dimana tidak ada satupun populasi yang terpengaruh oleh asosiasi dengan lain.
2.        Tipe persaingan yang saling menghalangi (mutual inhibition competion type) dalam mana kedua populasi secara aktif saling menghalang-halangi
3.        Tipe persaingan penggunaan sumberdaya didalam mana tiap populasi mempunyai pengaruh merugikan yang lain dalam perjuanganya untuk memperoleh sumber-sumber yang persediaannya berada pada kekurangan.
4.        Amansalisme, didalam mana satu populasi dihalang-halangi sedangkan yang lainya tidak terpengaruh.
5.        Parasitisme
6.        Pemangsaan, dimana satu populasi merugikan yang lain dengan cara menyerang secara langsung tetapi meskipun begitu bergantung pada lain.
7.        Comensalisme, dimana satu populasi diuntungkan sdangkan yang lain tidak terpengauh.
8.        Protocooperation, dalam mana kedua populasi memperoleh keuntungan dengan adanya asosasi itu tetapi hubungan itu tidak merupakan satu keharusan.
9.        Mutualisme, dimana pertumbuhan dan kehidupan kedua populasi itu mendapatkan keuntungan dan tidak satupun dapat hidup di alam tanpa yang lain.    

Menurut irsad (2009), simbiosis adalah hubungan antara dua mahluk hidup yang berbeda jenis. Kebanyakan yang diajarkan adalah 3 macam simbiosis, yaitu metabolisme, komensalisme, dan parasitisme. Tetapi ternyata ada juga jenis simbosis yang lain yaitu amensalisme (Anggelina, 2007).

2.7       Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekosistem Kolam
2.7.1    Faktor Fisika

Pada suhu yang tinggi, metabolisme organisme juga mengalami peningkatan-peningkatan suhu sebesar 10˚C dapat mengakibatkan peningkatan proses metabolisme sebesar dua kali lipat, yang juga menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen. Apabila pencernaan panas ini disertai dengan pencernaan bahan organik maka penurunan oksigen diperirran akan lebih tajam (Musa dan Yanuhar, 2006).
            Kedalaman perairan dimana proses fotosintesis dengan proses respirasi disebut kedalama kompensasi. Kedalaman kompensasi biasanya terjadi pada saat cahaya didalam kolam air hanya tinggal 1% dari seluruh intensitas cahaya yang mengalami penentrasi dipermukaan air. Kedalaman kompensasi sangat dipengaruhi oleh kekeruhan dan keberadaan awan berfluktuasi secara harian dan musiman (Effendi, 2003).
Akibat mengikatkan laju metabolisme, akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat, sementara dilain pihak dengan naiknya temperatur akan menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang. Hal ini dapat menyebabkan organisme air akan mengalami kesulitan untuk melakukan respirasi (Barus, 2002).

2.7.2    Faktor Kimia
Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sanagat mempengaruhi proses biokimiawi perrairan missalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Toksisitas meperlihatkan penigkatan pada pH rendah (Effendi, 2003).
Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air. Pada umunya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2002).
Kosentrasi ion hidrogen (H+) dalam suatu cairan dikatakan dengan pH. Organisme sangat sensitive terhadap perubahan ion hidrogen. Pada proses penjernihan air limbah. Ph menjadi indikator untuk meningkatkan efensiensi proses penjernihan. Air limbah pertambangan atau petanian mengakibatkan tingginya kosentrasi ion hydrogen sehingga membahayakan kehidupan air (Sutrino dan Suiastuti, 2004).
           
2.7.3      Faktor Biologi

Organisme kadang-kadang dapat tumbuh secara eksplosif dalam waktu singkat yang disebut “blom” sebagai respon dari kondisi local bloaming dinoflagellata menimbulkan “redtide” yang biasa terjadi didaerah pantai (perairan tropis). Jenis blue green algae juga dapat tumbuh secara eksplosif dan menghasilkan bloming pada musim panas terutama didanau lautan tropis (Herawati, 1989).
            Produksi primer itu adalah langkah pertama dalam rantai makanan atau jaring makanan. Produksi primer itu adalah laju produksi bahan baku tanaman oleh fotosintesis yang biasanya diukur atau dinyatakan g˚ (terikat) tiap m2  permukaan air pertahun atau perhari. Oleh karena produksi primer itu tersebut diperlukan nutrient berupa nitrat dan fosfat dan sinar matahari (Brotowidjoyo et al, 1999).
            Berdasarkan pengalaman dapat dibedakan antara kekeruhan yang disebabkan olah plankton dan kekeruhan yang disebabkan faktor lain. Namun demikian perlu diingat bahwa bloming plankton tidak selalu berwarna hijau. Dapat pula berwarna merah, coklat dan hitam keadaan ini tidak baik karena konsentrasi oksigen terlarut akan menjadi masalah (Mahmudi, 2005).
            Predasi adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator). Hubungan ini sangat erat sebab tanpa mangsa, predator tidak dapat hidup, sebaliknya predator juga berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa, seperti adanya zooplankton sebagai pemangsa fitoplankton yang ada diperairan (Pendamping praweda biologi, 2001).

2.8.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekosistem Sungai

Dalam ekosistem sungai terdapat beberapa faktor yang mempeengaruhi, diantaranya adalah:
2.8.1.Faktor Fisika
Klasifikasi perairan lentik sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan perbedaan suhu air, sedangkan klasifikasi perairan lotik justru dipengaruhi oleh kecepatan arus atau pergerakan air sangat dipenagruhi oleh jenis bentang alam (landscape), jenis batuan dasar dan curah hujan semakin rumit bentang alam, semakin besar ukuran batuan dasar dan semakin besar ukuran batuan dasar dan semakin banyak curah hujan, pergerakan air semakin kuat dan kecepatan arus semakin cepat (Effendie, 2003).
Di dalam aliran air yang besar atau sungai, arus dapat berkurang sedemikian rupa sehingga menyerupai kondisi air tergenang. Tetapi, arus adalah faktor utama yang paling penting yang membuat kehidupan kolam dan air deras amat berbeda dan mengatur perbedaan dibeberapa tempat dari suatu aliran air. Kecepatan arus ditentukan oleh kemiringan, kekasaran dan kelebaran dasarnya (Odum, 1993).

2.8.2.Faktor Kimia
Walaupun organisme didalam aliran air lebih menghadapi ekstrim. Dalam hal ini sudah dan arus, dibandingkan dengan organisme kolam, tetapi pada kondisi alam oksigen biasanya tidak amat bervariasi karena aliran air biasanya mengandung oksigen dalam jumlah yang cukup. Bahkan dalam keadaan tanpa tanaman hijau. Oleh karena itu binatang air biasanya mempunyai toleransi yang sempit dan terutama peka terhadap kekurangan oksigen dan cepat berubah oleh pencemaran organik dari tipe apapun yang mengurai kadar oksigen (Odum, 1993).
3        Komponen abiotik yang berupa bahan organik dan anorganik seperti air, karbondioksida, oksigen, kalsium, garam–garam hidrogen dan anorganik, seperti air  dan humus dan sebagainya. Hanya sebagian kecil saja hara makanan penting dalam larutan yang tersedia bagi organisme, sebagian besar tersimpan dalam zarah–zarah endapan dan dalam badan organisme itu sendiri (Rososoedarmo, 1984).

2.8.3.Faktor Biologi
Untuk melengkapi kekurangan pendekatan fisika kimiawi dapat dilakukan dengan memberdayakan komunitas makroinvertebrata, yaitu hewan – hewan yang tidak mempunyai tulang belakang dan berukuran relatif tidak bergerak mempnyai siklus hidup yang panjang dan mempunayai keanekaragaman tinggi yan tersebar di hulu sampai di hilir sungai. Ditemukan suatu kelompok mikroinvertebrata mencerminkan kondisi air sungai apakah masih baik (tidak mengalami pencemaran organik tertentu), atau telah mengalami pencemaran organik terlarut atau telah mengganggu (Sudaryanti dan Wijarni, 2006).
Di perairan alami prosedur yang sangat penting adalah algae, dimana di daratan tumbuhan tingkat tinggi melakukan peranan ini dan mereka juga  penting di zona lithoral danau, di badan air yang kecil–kecil dan sungai–sungai ( Mahmudi, 1995).




3.7    Definisi Benthos
2.9.1    Ciri-ciri Benthos
Makrozoobenthos dapat bersifat toleran maupun bersifat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Organisme yang memilki toleran yang luas akan memilki penyebaran yang luas juga. Sebaliknya organisme yang  kisaran tolerasinya sempit (sensitif) maka penyebaranya juga sempit (Hakim, 2009).
Menurut Sudarjanti dan Wijarni (2006), benthos macro invertebrate :
·               Komunitas makroinvertebrata mepunyai yang berbeda terhadap berbagai tipe pencemaran dan mempunyai reaksi yang cepat.
·               Ditemukan melimpah di perairan, terutama di ekosistem sungai, dipengaruhi oleh berbagai tipe polutan yang ada.
·               Mempunyai keankaragaman yang tinggi dan mempunyai respon terhadap lingkungan yang stress.
·               Hidup melekat didasar perairan.
·                Mempunyai siklus hidup yang panjang.
Keberadaan hewan benthos pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya adalah produsen yang merupakan salah satu sumber makanan bagi benthos dalam komunitas. Adapun faktor abiotik adalah fisika kimia air yang diantaranya suhu, arus, oksigen. Kebutuhan oksigen biologi dan kimia, serta kandungan nitrogen kedalaman air dan subtrat (Hakim, 2009).

2.9.2      Peranan Benthos Sebagai Indikator Perairan
Menurut Musa dan Yanuhar (2006), bahwa peranan benthos di perairan adalah :
1.        Mendaur ulang bahan organik
2.        Membantu proses mineralisasi
3.        Penting kedudukannya dalam rantai makanan (dipakai untuk menduga kualitas kesuburan perairan)
4.        Indikator pencemaran
Dalam mempelajari sifat organisme benthos bermanfaat dalam mendeteksi masalah pencemaran air. Pada dasarnya tidak ada organisme yang memberikan reaksi sama pada pencermaran karena adanya hubungan lingkungan yang sangat kompleks antara faktor genetik dengan parameter kualitas air (Sutrisno dan Suciastuti, 2004).
Hewan benthos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan karena selalu kontak dengan limbah yang masuk habitatnya. Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya perubahan-perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu karena hewan benthos terus menerus berada dalam air yang kualitasnya berubah-ubah (Hakim, 2009).   

2.9.3      Jenis Benthos di Perairan
Menurut Mahbubillah (2010), bentos dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat hidupnya, dalam hal ini bentos dibagi menjasi 2 macam yaitu:
a.    Epifauna : hewan yang hidupnya di atas permukaan dasar lautan. Contoh hewan epifauna diantara nya yaitu kepiting berduri Spiny stonecrab, siput laut (Sea slug), bintang laut (Brittlle star),
b.    Infauna : hewan yang hidupnya dengan cara menggali lubang pada dasar lautan. Contoh hewan infauna yaitu cacing (Lugworm), tiram (Cockle), macoma, Remis (clam)
Diantara benthos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro. Kelompok ini lebih dikenal dengan makrozoobenthos (Rosenberg (1993) dalam Mahbubillah (2010)).
Makrozoobenthos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar perairan, baik yang sesil, merayap maupun menggali lubang. Hewan ini memegang beberapa peran penting dalam perairan seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan serta menduduki beberapa tingkatan trofik dalam rantai makanan. Makrozoobenthos dapat bersifat toleran maupun bersifat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Organisme yang memiliki kisaran toleransi yang luas akan memiliki penyebaran yang luas juga. Sebaliknya organisme yang kisaran toleransinya sempit (sensitif) maka penyebarannya juga sempit (Odum, 1993).

2.10     Definisi Plankton
2.10.1 Ciri-ciri Plankton
a.phylum chlorophyta
            menurut Herawati (1989), cirri chlorophyta antara lain:
·         Berwarna hijau karena mempunyai proporsi pigmen pada chloroplas nya jauh lebih baik
·         Tersebar luas paada daerah air stagner dari perairan tawar sampai kelaut tetapi lebih spesifik pada perairan tawar
·         Reproduksinya secara seksual
·         Dinding selnya bagain bawah terdiri dari selulosa yang dilapisi jaringan pectin
·         Bisa menyebabkan blooming perairan jika mereka membentuk lapisan pectin dan tebal

b. Phylum Chyanophyta
Menurut Herawati  (1989), cirri Cyanophyta  antara lain:
·         Mengandung pigmen kebiruan cphycocianin dan sering juga pigmen kemerahan
·         Variasi warna disebabkan oleh clorofil , care tonoid, phyloocoanin, plycococoid dan kadang –kadang juga oleh pigmen sel serta refraksi warna oleh pseudova
·         Tidak mempunyai membrane nucleus dan nukleous
·         Reproduksi aseksual
·         Sering menyebakan blooming perairan
·         Hidup meleyang pda atau dekat permukaan
·         Hidup secara berkoloni
·         Jika mati menghasilkan bau busuk

c.Phylum Chryscphyta
Menurut Herawati (1989), cirri-ciri Chryscphyta antara lain:
·         Bersift bentis atau bahkan arsial dan tertestial,sedangkan lainnya bersifat ephiphytic/epizopic
·         Dapat berkembang cepat sebagai ,flora planktonik
·         Merupakan tanaman satu sel
·         Sel diatom terdiri dua bagian disebut value. Bagian atau atsas epiteca dan bagian bawah hypoteca
·         Value mengandung silica
·         Reproduksinya dengan cara pembesaran sel dan pembentukan spora
·         Reproduksi seksual

d.Phylum Rhodophyta
Dalam selnya mempunyai dinding yang terdiri dari selulosa dan agar karagen.tidak pernah menghasilkan sel-sel berflagel.pigmen klorofil terdiri dari klorofil A dan P,pigmenn fikobilin terdiri dari fitoetrin dan tikosia yang sering disebut pigmen aksesoris.pigmen tersebut ada dalam kloroplas cadangan makanan berupa tepung holidea dan berada diluar klorofil.Reproduksi secara vegetative dilakukan dengan frekmentasi rhodophyta memberi bermacam-macam spora,dan pospora(spora seksual) sperta nektral, monopora ,tetrasporo, biospora, polispora (Davisi ,1995)

2.10.2 Peranan Plankton di Perairan
Fitoplankton memiliki zat hijau daun (klorofil) yang berperan dalam fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik dan oksigen dalam air. . Sebagai dasar mata rantai pada siklus makanan di laut, fitoplankton menjadi makanan alami bagi zooplankton baik masih kecil maupun yang dewasa. Selain itu juga dapat digunakan sebagai indikator kesuburan suatu perairan. Namun fitoplankton tertentu mempunyai peran menurunkan kualitas perairan laut apabila jumlahnya berlebihan. Contoh kelas dinoflgellata tubuhnya memiliki kromatopora yang menghasilkan toksin (racun), dalam keadaan blooming dapat mematikan ikan (Farid, 2002).
Pada ekosistem perairan organisme utama yang mampu memanfaatkan energi cahaya adalah tumbuhan hijau terutama fitoplankton. Fitoplankton merupakan organisme autotrop yaitu organisme yang mampu menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik melalui proses fotosintesis dengan bantuan cahaya. Sebagai organissme autotrop fitoplankton berperan sebagai produser primer yang mampu mentransfer energi cahaya menjadi energi kimia berupa bahan organik pada selnya yang dapat dimanfaatkan oleh organisme lain pada tingkat tropis diatasnya. Fitoplankton merupakan produser terbesar pada ekosistem laut. Pada ekosistem akuatik sebagian besar produktivitas primer dilakukan oleh fitoplankton (Parsons dkk (1984) dalam  Sunarto (2008)).

2.10.3 Jenis Plankton di Perairan
a. berdasarkan ukuran
            menurut yuli dan juwano (2005), euplankton bisa di klasifikasi secara artifosial berdasarkan  ukuran yaitu :
·         Makroplankton :plankton yang ukurannya >3 mm
·         Mikroplankto :plankton yang ukurannya < 3mm
·         Nanoplankton :plankton yang tertangkap dengan net plankton ukuran 25 sehingga diameternya lebih kecil dari plankton 60 mikron.

b. Berdasarkan asal
menurut Herawati (1989) ,plankton bisa di klasifikasakan berdasatkam asal, yaitu:
·         Aurogenetik plankton :plankton yang berasal dari perairan sendiri
·         Allogenetik plankton :plankton  yang berasal dari  perairan lain

c. Berdasarkan siklus hidup
Menurut Herawati (1989),Plankton bisa di klasifikasikan berdasarkan siklus hidup, yaitu:
·         Holoplankton :plankton yang seluruh hidupnya tidak pernah  keluar dari sifatnya sebagai plankton
·         Meroplankton :plankton yang mempunyai karekteristik hanya  sementara saja dri siklus hidupnya bersifat sebagai plankton
·         Tycopalnkton :plankton yang sebagian siklus hidupnya sebagai plankton dan setelah dewasa menjadi  organism  lain seperti sea bass

d. Berdasarkan Habitat
Menurut Herawati (1989), plankton dibedakan menjadi:
·         Limnoplankton : jeni plankton yang hidup di parairan danau
·         Rheopplankton : jenis plankton yang hidup di lingkungan sungai
·         Haliplankton : jenis plankton yang hidup di laut
·         Hipalmesoplankton : plankton yang hidup di daerah estuari.
·         Hypapplankton : plankton yang hidup mendekat dasar  perairan
·         Epiplankton : plankton yng hidup di zona eupotik
·         Bathiplankton : plankton yang biasa hidup di daerah zona apothik
·         Mesoplankton : plankton yang hidup di daerah zona disphotik
e. Berdasarkan jenis makanannya
            menurut Herawati (1989), berdasarkan jenis makanannya plankton di bedakan menjadi 2 yaitu:
·         Plankton tanaman disebut fitoplankton
·         Zooplankton terdiri dari plankter yang makanannya bersifat holosit termasuk semua jenis semua planton hewani















3. METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat dan Fungsinya
a. Parameter fisika
1.    Suhu
-     Termometer Hg   :  Sebagai alat pengukur suhu perairan
-     Tali Rafia             :  Sebagai alat mengikat Thermometer Hg agar Termometer tidak langsung  tersentuh tangan
2.    Kedalaman
-     Tongkat skala      : Untuk mengukur kedalaman kolam

3.    Kecerahan
-     Karet Gelang       :  Sebagai alat penanda d1 dan d2
-     Secchi Disk         :  Sebagai alat untuk mengukur kecerahan perairan
-     Tali                       :  Sebagai alat untuk mengikat Secchi Disk
-     Penggaris            :  untuk mengukur panjang tali (d1 dan d2) yang tercelup dalam air
4.    Kecepatan Arus
-     Botol Aqua           : Sebagai alat pelampung dan pengukur kecepatan arus
-     Stopwatch           : Sebagai alat untuk mengukur waktu kecepatan arus
-     Tali Rafia             : Sebagai alat untuk indikasi jarak yang di ikatkan pada botol Aqua





b. Parameter kimia
1.  pH (Potensial Hidrogen)
-     Kotak Standard   :  Sebagai alat pembanding nilai air sampel pada pH paper dan untuk mengukur derajat keasaman dalam perairan

2. Oksigen Terlarut (DO / Dissolved Oxygent)
-     Botol DO              :  Sebagai alat untuk menyimpan sampel air yang akan di hitung nilai DOnya
-     Rak Botol DO      :  Sebagai alat untuk menyimpan botol DO
-     Pipet Tetes          :  Sebagai alat untuk mengambil larutan MnSO4, NaOH + KI, H2SO4 pekat, amilum, Na2S2O3
-     Statif                    :  Sebagai alat penyangga buret
-     Buret                    :  Sebagai alat untuk mengalirkan titran Na2S2O3
-     Selang                 :  Sebagai alat untuk mengeluarkan larutan bening dari dalam botol DO
-     Nampan               :  Sebagai alat untuk meletakkan alat-alat dan bahan praktikum
-     Corong                 :  Sebagai alat untuk memasukkan larutan ke dalam buret
c. parameter biologi
1. Benthos
-     Ekman grab         : untuk mengambil bentos di kolam atau/perairan yang  dasarnya berlumpur.
-     Pinset                   : untuk mengambil bentos di nampan.
-     Nampan               : untuk tempat mengoyak bentos.
-     Botol film             : untuk tempat bentos.
-     Mikroskop            : untuk alat bantu melihat bentos.
-     Tongkat jaring      : untuk mengambil bentos di perairan arus deras
-     Saring                  : untuk menyaring bentos yang tertangkap tongkat jaring
-     Baju kiking           : untuk pakain saat metode kiking




2. Plankton
-     Timba                  : untuk mengambil air dan di tuang ke plankton net
-     Botol film             : untuk tempat plankton
-     Plankton net        : untuk menyaring plankton dari timba
-     Mikroskop            : untuk alat bantu melihat bentos

3.1.2 Bahan dan Fungsinya
a.    Parameter Fisika
1.  Suhu
-     Air kolam    : Sebagai bahan yang akan di ukur  kecepatan arusnya

2. Kedalaman
-     Air kolam    : untuk mengamati kolam yang akan diukur kedalamannya

  1. Kecerahan
-     Air kolam    : untuk mengamati kolam yang akan diukur kedalamannya

  1. Kecepatan Arus
-           Air sungai   : untuk mengamati aliran sungai yang akan diukur kedalamannya

b. Parameter Kimia
1.  pH (Potensial Hidrogen)
-     pH paper     : untuk mengukur nilai pH kolam.
-     Air sampel  : bahan sampel kolam yang akan diamati

2. Oksigen Terlarut (DO / Dissolved Oxygent)
-     Air Sampel   :  Sebagai bahan yang akan dihitung nilai DOnya
-     MnSO4         :  Sebagai bahan untuk mengikat O2 dalam air
-     NaOH + KI   :  Sebagai bahan untuk melepaskan I2 Dn membentuk endapan coklat
-     H2SO4 pekat   :    Sebagai bahan untuk melarutkan endapan dan pengkondisian asam
-     Amilum         :  Sebagai bahan untuk indikator warna ungu yang bereaksi dengan O2
-     Na2S2O3         :  Sebagai bahan titrasi dan mengikat I2 dan membentuk 2NaI
-     Kertas Label :  Sebagai bahan untuk penanda atau pemberi nama
-     Tissue           :  Sebagai bahan untuk membersihkan atau mengeringkan alat-alat yang telah digunakan

c. Parameter Biologi
1. Benthos
-     Air kolam      : untuk sampel yang akan diamati bentosnya.
-     Alkohol 70% : untuk mengawetkan bentos.
-     Kertas label  : untuk memberi nama pada botol film
2. Plankton
-     Air sampel    : untuk sampel kolam yang berisi plankton.
-     Kertas label  : untuk memberi nama pada botol film.
-     Lugol             : untuk mengawetkan plankton.
-     Tissue           : untuk membersihkan alat.

3.2 Skema Kerja
3.2.1 SUHU
Thermometer Hg
Hasil

 


Disiapkan thermmometer hg.
Dimasukan kedalam air kolam, selama  +  3menit hinga air raksa berhenti.
Dicelupkan dengan membelakangi sinar  matahari.
Diangkat thermometer dari kolam.
Dicatat







Secchi disk
3.2.2 KECERAHAN

Diturunkan secchi disk pelan-pelan ke dalam kolam.
Diamati sampai tidak nampak pertama kali.
Dicatat sebagai d1.
Diturunkan sechhi disk sampai ke dasar kolam.
Ditarik sechhi disk pelan-pelan.
Diamati  sampai batas tampak pertama kali.
Di catat sebagai d2.
Dihitung rata-rata hasil pengukuran dengan rumus 
Hasil
Dicatat hasilnya.



Tongkat
Hasil
3.2.3 KEDALAMAN

                               Ditancapkan pada dasar kolam.
                               Ditandai pada batas permukaan.
                               Diangkat dari permukaan.
                               Diukur panjang/kedalaman dengan pengaris.
Dicatat kedalaman kolam.


3.2.4 pH
pH paper
Hasil
 


                               Dicelupkan pH paper kedalam sampel perairan/kolam.
Ditunggu ± 2 menit.
                               Diangkat dari kolam/perairan.
Dikipas-kipaskan sampai kering.
Dicocokkan warnanya dengan pH box.
Dicatat hasilnya.

3.2.5 SUBSTRAT
Hasil
Substrat
.

                 Diambil dari dasar perairan/kolam.
                 Diambil tipe substratnya.
                 Ditentukan tipe substratnya.
                 Dicatat.


3.2.6 Oksigen Terlarut (DO)
Botol DO









Botol DO berisi sampel









Endapan Coklat









Hasil
 


diukur dan dicatat volume botolnya
dimasukkan dalam perairan dengan posisi miring ± 45o
diisi perlahan dengan air, jangan sampai terjadi gelembung udara
ditegakkan secara perlahan jika volume hampir penuh
ditutup dalam perairan jika volume sudah penuh
                     
           
            dibuka tutup botolnya
            ditambahkan 2 ml MnSO4 dan 2 ml NaOH + KI dan ditutup
            dihomogenkan
            dibiarkan sampai ± 30 menit sampai terjadi endapan coklat
            dibuang air bening yang terdapat di atas endapan coklat
           

diberi 2 ml H2SO4 pekat
dihomogenkan
ditetesi dengan 3 tetes amilum
dititrasi dengan Na – thiosulfat 0,025 N sampai jernih pertama kali
dicatat volume titran
dihitung DO =

3.2.7 Kecepatan Arus
2 Botol 500 ml ghjhghmlmlml Mineral

Hasil
 
           
diikat dengan tali rafia sepanjang 5 m,jarak 2 botol 30 cm
dimasukkan ke dalam perairan sejajar dengan arah arus
dilepaskan di perairan secara bersamaan dengan diukur waktunya     menggunakan stopwatch
ditunggu hingga tali 5 meter habis merenggang / lurus pertama     kali
dicatat waktu yang dibutuhkan pada saat merenggang
dihitung dengan rumus


3.2.8    PENGAMATAN BENTOS
a.    Metode kicking
Pakaian kicking dan tongkat jaring
Hasil
 


                Dimulai dengan yang memakai pakaian kicking di depan
                Di belakangnya orang yang membawa tongkat jarring
                Di gerakkan ke belakang sambil diikuti pebawa jarring
                Dilakukan sampai jarak kebelakang 10 meter
                Diambil substrat yang ada di jarring
                Diamati dan di ambil benthos yang ada ke botol film
                Diberi lugol










b.   
Ekman grab
Metode Ekman Grab

Disiapkan ekman grab.
Dibuka penutupnya.
Dimasukkan kolam secara tegak lurus sampai ke dasar.
Dijatuhkan pemberatnya.
Ditarik pelan-pelan ke permukaan.
Dibuka penutupnya.
Diletakkan sampel bentos ke dalam nampan.
Botol film
Diamati jenis bentos

Bentos dimasukkan.
Diberi alkohol.
Hasil
Diberi label.

      
c.    Identifikasi Jenis Benthos
Perairan
Hasil
 
                         
                          Diambi bethos yang ada pada botol film
                          Diletakan pada objek glass
                          Diamati pada mikroskop
                          Difoto
                          Disamakan dengan buku indentifikasi benthos










3.2.9     Plankton
a.    Di lapang
Perairan
Plankton net
Hasil
             

Diambil dengan timba sebanyak 25 liter air
Diangkat ke permukaan


Diikat pada botl film ujung jarring bawah dengan tali
Dimasukkan air sampel
Diputar-putar searah plankton net
Ditutup botol film setelah plankton tersaring
Diberi bahan preservasi (lugol) sebanyak 3 tetes
Diberi label


b.    Di laboratorium
Haemocytometer
Mikroskop
Hasil
 


                          Disiapkan haemocytometer dan cover glass
                          Dibersihkan dengan menggunakan tissue secara searah
                          Ditutup haemocytometer dengan cover glass pada bagian tengah
Diambil sampel plankton dengan pipet tetes
Dituangkan pada haemocytometer


Disiapkan dan dinyalakan lampu dengan perbesaran 400x
Diletakkan preparat pada meja objek
Diamati setelah ditemukan focus
Dibagi menjadi 5 bidang pandang
Dihitung jumlah plankton pada tiap bidang pandang
Dicatat




5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatka pada praktikum Ekologi Perairan kali ini antara lain  :
·      Ekologi perairan dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik atau interaksi antara makluk hidup dengan lingkungannya. Lingkungan yang di maksud tidak hanya faktor abiotik saja, tapi mencakup parasit, predator dan kompetitor.
·      Komunitas benthos merupakan suatu indikator perairan yang sangat efektif untuk mengetahui kondisi perairan itu sendiri.
·      Rumus untuk mencari Densitas   =      ;  Sedangkan untuk mencari Diversitas (H)  =    log2 pi
·      Dalam praktikum Ekologi Perairan didapatkan hasil sebagai berikut pada kelompok 13 yaitu parameter yang diukur berturut-turut dari perairan bearus deras kemudian perairan berarus lambat,Ph masing-masing 7,kecerahan masing-masing 100%,suhu pada perairan deras 220C dan pada perairan tenang 240C,kedalaman 20 cm,substrat pada perairan deras adalah batu berpasir sedangkan pada perairan tenang adalah pasir berbatu dan berlumpur,dan kecepatan arus yaitu 9 dt/5 m pada perairan deras,16 dt/5m pada perairan tenang.
·      Hubungan antar parameter kecerahan dan padatan tersuspensi Padatan tersusun berkorelasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi nilai kekeruhan juga semakin tinggi pula.


5.2 Saran
Diharapkan kepada praktikan agar lebih teliti dalam melakukan prosedur kerja sekaligus perhitungan dari tiap-tiap parameter pengukuran yang dilakukan sehingga nantinya akan didapatkan hasil yang optimal.



DAFTAR PUSTAKA
Arfiati,D.2009.Startegi Peningkatan Kualitas Sumberdaya pada Ekosistem Perairan Tawar. Universitas Brawijaya.Malang
Angelina,F. 2007. Simbiosis. http://fionaangelina.com/2007/12/23/symbiosis. Diakses pada tanggal 7 desember 2009. Pukul 19.00 WIB
Awaludin.2010. Sungai Berdasarkan Alirannya. http://www.sungai.blogspot.com /2010/04/sungai-aliran.html
Barus, A. 2002. Pengantar Limnologi. Djambatan. Jakarta
Brotowidoyo,MD; Djaka,T dan Eko,M. 1999. Pengantar Linkungan Perairan dan Budidaya Air. Liberty. Yogyakarta
Budhisetiawan.2010.Sungai dan Pengalirannya. Proses Penting Dalam Sungai. http://budhisetiawan.net/courses/geologi-rekayasa-/sungai-dan-pengalirannya/ diakses pada 01 12 2010 pukul 8.00 WIb
Effendi,H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta
Ermawati,B ; Sri,S dan Endang, Y. 2001. Studi Ekologi Fitoplankton di Waduk Wonorejo Desa Wonorejo Kecamatan Pagerwojo Kabupaten Tulungagung Jawa Timur. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang
Evans.2009. Diagram Siklus Air.http://google.com. Diakses tanggal 09 Desember 2009 pukul 21.45 Wib
Hakim,L. 2009. Makrozoobenthos Sebagai Indikator Pencemaran Lingkungan. http//ilmukelautan.com. Diakses  tanggal  10 Desember 2009 pukul 21.43 Wib
Mahmudi, M.2005. produktivitas Perairan. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang
Musa dan Yanuhar, U.2006. diktat Limnologi. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang
Nontji, A. 2003. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta
Odum, E. 1993. Dasar Dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Resosoedarmo, S; kuswata, k dan Aplilani, S. 1992. Pengantar Ekologi. PT Remaja Rosdakarya. Bandung
Romimohtanto dan juwana. 2001. Biologi Laut. Djambatan. Jakarta
Soemarto. 1983. Pengantar Ilmu Perikanan. Jakarta
Sudarjanti dan wijarni. 2006. Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobenthos. Erlangga. Jakarta
Sumaryam. 2001. Susunan dan Macam Ekosistem. Djambatan. Jakarta
Sutrisno dan Suciastuti. 2004. Studi Ekologi Perairan. Kanisius. Jakarta
syafitrianto,I.2009. ekosistem Kolam. http://pustaka.Ut.ac.id/pustaka/online.php?. Diakses tanggal 11 Desember 2009 pukul 20.47 Wib
wikipedia. 2009. Ekologi.http://id.wikipedia.org/wiki/ekologi. Diakses tanggal 11 Desember pukul 21.22 Wib
Wikub3atbl4ck.blogspot.2009. pada interaksi Organisme.http://wikub3atbl4ck.blogspot.com/2009/03/. Diakses tanggal 11 Desember 2009 pukul 21.32 Wib

No comments:

Post a Comment

BERKOMENTARLAH YANG BAIK DAN SOPAN